The Evil Theory

Zethaichi Saigon

Hell Gate Night

There is someone from Hell

Sejarah PKI yang belum Terungkap

Diposting oleh The Ford of Social

Jumat, 12 Februari 2010

Sekarang ketika aku mengingatnya hmm masih aku rasakan kengerian film propaganda Soeharto tersebut. Rakyat berhak marah, kesal, bahkan menuntut Soeharto atas pelanggaran HAM. Betapa banyak korban akibat propaganda tersebut??? Data yang didapat banyak warga negara ini diculik tanpa alasan lalu dibunuh secara massal. Entah sekarang kita masih ingat atau lupa akan peristiwa tersebut. Lalu berapa banyak orang yang kehilangan haknya sebagai warga negara ketika ia dituduh sebagai keturunan anggota PKI atau tinggal di lingkungan PKI. Mereka kehilangan nyawa dan hak untuk mendapatkan pekerjaan tanpa ada kesempatan pembuktian dan pembelaan. Sebuah tragedi yang lebih mengerikan daripada tragedo holocaust, pembantain umat yahudi, yang belum tentu kebenarannya.

Kita sebagai generasi muda berhak tahu atas sejarah bangsa kita sendiri. Bagaimana kita bisa membangun negara ini sedangkan kita tidak mengetahui sejarah bangsa kita. Misteri dibalik peristiwa G30S PKI masih saja belum ada titik terang. Siapakah sebenarnya dalang di balik peristiwa ini dan sesungguhnya apa yang terjadi. Hal ini juga terkait dengan SUPERSEMAR yang melegalkan Soeharto menjadi penumbang partai komunis dan menjadikan dia diktator Indonesia selama 32 tahun ini. Semuanya masih di area abu-abu terlalu banyak versi yang ada dan seolah pemerintah dan pihak TNI tidak ada komitmen politik untuk mengungkap peristiwa tersebut. Semuanya kabur dan terkesan ada kelompok yang sangat kuat menjaga agar peristiwa ini tidak terungkap.

Dari peristiwa G30S PKI, kita sebaiknya mengingat betapa kelam dan suram masa lalu negara kita. Tragedi kemanusiaan yang terjadi pra dan pasca gerakan 30 September masih belum terungkap. Rakyat yang tidak bersalah sejak dulu telah menjadi korban politik kaum elite bangsa ini. Masing ingat tragedi kasus tanjung priok???? Yang sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai siapa dalang di balik semua ini. Kasus penculikan aktivis kemanusiaan pra dan pasca lengsernya Soeharto pun sama gelapnya. Para keluarga korban bahkan tidak mengetahui apakah mereka masih hidup atau mati. Tragedi semanggi, pembunuhan massal di madiun, solo, dan bali. Semuanya dalam tanda tanya.

Kita tidak boleh berhenti untuk menuntut pemerintah mengungkap semua tragedi yang terjadi di masa lalu. Juga tidak lupa kita sebagai penerus bangsa tidak boleh terlena dengan masa lalu dan lupa dengan masa depan bangsa kita. Sudah kewajiban kita membangun negara ini sebagai wujud kita menghormati arwah-arwah para pahlawan perjuang kemerdekaan Indonesia dan korban tragedi kemanusiaan. Terkesan klise memang tapi apakah membuat bangsa ini lebih baik adalah hal mustahil??? Tentu saja tidak jika kita memiliki kemauan kuat. Mungkin nanti bukan kita yang menikmati Indonesia yang mempunyai birokrasi bersih dari korupsi, negara dengan rakyat yang makmur, sejahtera dan aman. Tentu saja sama dengan halnya pahlawan-pahlawan kita yang tidak pernah menikmati hasil perjuangannya.

Saatnya kita merenung apa saja yang sudah kita berikan pada negara ini??? Dengan peristiwa ini harusnya bisa membuat kita bangkit dan berjanji bahwa tragedi seperti ini tidak boleh lagi terjadi. Pun tetap mencari kebenaran sebagai bentuk penghormatan kita kepada korban-korban pembelokan sejarah bangsa.

Continue Reading

0 komentar:

Diposting oleh The Ford of Social

Rabu, 10 Februari 2010

Berkas:Aidit.jpg

Dipa Nusantara Aidit yang lebih dikenal dengan DN Aidit (lahir di Pulau Bangka, 30 Juli 1923 – meninggal di Boyolali, Jawa Tengah, 22 November 1965 pada umur 42 tahun) adalah Ketua Central Comitte Partai Komunis Indonesia (CC-PKI). Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Pulau Bangka, dan dipanggil "Amat" oleh orang-orang yang akrab dengannya. Di masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung. Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, "Nurul Islam", yang berorientasi kepada Muhammadiyah

Continue Reading

0 komentar:

Lambang PKI

Diposting oleh The Ford of Social

Berkas:Hammer and sickle.svg
Partai Komunis Indonesia
(PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berus
aha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan dicap oleh rezim Orde Baru ikut mendalangi insiden G30S pada tahun 1965. Namun tuduhan dalang PKI dalam pemberontakan tahun 1965 tidak pernah terbukti secara tuntas, dan masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran tuduhan bahwa pemberontakan itu didalangi PKI. Sumber luar memberikan fakta lain bahwa PKI tahun 1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto (dan CIA). Hal ini masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota PKI dan beberapa orang yang lolos dari pembantaian anti PKI. Setidaknya lebih dari lima teori berusaha mengungkap kejadian tersebut. Namun teori-teori yang terkadang saling berlawanan menjadikanya diskusi besar sampai hari ini.

Continue Reading

0 komentar:

Menjelang Wafat Soekarno

Diposting oleh The Ford of Social

Jumat, 05 Februari 2010

JAKARTA – Sembilan buku besar tertumpuk rapih di salah satu ruangan di rumah Rachmawati Soekarnoputri, Jl. Jati Padang Raya No. 54 A, Pejaten, Jakarta Selatan. Buku bertuliskan tangan itu berisi medical record (catatan medis) mantan Presiden Soekarno selama sakit di Wisma Yaso, Jakarta.
Ada pula tujuh lembar kertas tua yang warnanya sudah memudar kecokelatan. Ini juga menjadi bukti riwayat penyakit Bung Karno. Kopnya bertuliskan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi, Djl. Kartini 14, telpon 354, Bogor. Tapi yang lebih membuat dahi ini berkernyit keras, nama pasien disamarkan. Misalnya, ada yang tertera namanya Taufan (salah seorang putra Soekarno).
Menguak peristiwa yang terjadi tahun 1965-1970 itu memang tidak mudah. Pada masa lalu membicarakan masalah ini secara terbuka menjadi hal tabu. Maka tak heran jika sekarang banyak orang, terutama generasi muda, tak mengetahui kebenaran sejarah tersebut.
Namun kini, ketika semua mata dan seluruh perhatian tertumpah di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) sehubungan dengan sakitnya mantan Presiden Soeharto sejak 4 Januari 2008, rasa ingin tahu tentang masa lalu pun kembali mengusik. Itu semata-mata karena Soeharto dan Soekarno sama-sama mantan kepala negara.
Adalah Rachmawati Soekarnoputri, putri ketiga Soekarno, yang sangat ingin menyerahkan catatan medis ayahnya kepada pemerintah.
.
”Ini kalau pemerintah butuh data-data pendukung dan ingin melihat dari segi kebenaran, bukan hanya cerita fiktif,” tutur Rachmawati kepada SH di kediamannya, Sabtu (19/1) sore.
Maklum, seorang mantan menteri Orde Baru pernah berkomentar bahwa perlakuan terhadap Soekarno ketika sakit tidak sekejam itu. ”Saya tak mau gegabah. Ini bukan make up story, karena Kartono Mohamad saja (saat itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia/IDI-red), mengatakan perawatan terhadap Bung Karno seperti perawatan terhadap keluarga sangat miskin,” kata Rachmawati.
Di sore hari itu, Rachmawati tidak sanggup bercerita banyak. Ia hanya tersedu sedan, hal itu sudah menggambarkan betapa getir kenangan yang dialaminya. Tetapi sebuah artikel yang pernah dimuat SH pada 15 Mei 2006, memberikan gambaran lebih lengkap. ”Seorang perempuan muncul di Kantor IDI di Jakarta, awal 1990-an,” demikian kalimat pertama artikel tersebut.
Perempuan itu ingin bertemu Kartono Mohamad untuk menyerahkan 10 bundel buku berisi catatan para perawat jaga Soekarno. Namun jauh sebelum pertemuan itu, Kartono bertemu Wu Jie Ping, dokter yang pernah merawat Soekarno di Hong Kong. Wu mengungkapkan bahwa Soekarno ”hanya” mengalami stroke ringan akibat penyempitan sesaat di pembuluh darah otak saat diberitakan sakit pada awal Agustus 1965, dan sama sekali tidak mengalami koma seperti isu yang beredar.
Ini menepis spekulasi bahwa Soekarno tidak akan mampu menyampaikan pidato kenegaraan pada peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1965. Dan nyatanya, Soekarno tetap hadir pada peringatan detik-detik proklamasi 17 Agustus itu di Istana Merdeka, lengkap dengan tongkat komandonya.

Diperiksa Dokter Hewan
Setelah kembali lagi ke Jakarta, Kartono menemui Mahar Mardjono, dokter yang tahu banyak soal stroke. Rupanya Kartono tak hanya bercerita soal stroke, tapi juga rentetan kejadian yang dengan sengaja menelantarkan Soekarno. Maka bundel buku yang dibawa perempuan itu semakin menguatkan kegelisahan Kartono.
Namun Indonesia di awal 1990-an, kebenaran hanya boleh ditentukan oleh penguasa. Maka bundel buku itu hanya teronggok di meja kerja Kartono selama bertahun-tahun.
Hingga kemudian, krisis moneter meledak. Rakyat turun ke jalan dan Presiden Soeharto, yang telah berkuasa selama 32 tahun, dipaksa meletakkan jabatan. Indonesia berubah wajah. Kartono pun teringat onggokan buku itu. Ia bergegas ke RSPAD, rumah sakit yang mempekerjakan empat perawat di Wisma Yaso.
Kartono berharap dapat menemukan mereka, agar bangsa Indonesia mendapat cerita yang lengkap tentang tahun-tahun terakhir Soekarno. Namun menemukan Dinah, Dasih, J. Sumiati, dan Masnetty ternyata bukan hal mudah. Seorang di antara mereka meninggal, sedangkan yang lain sudah pensiun. RSPAD pun mendadak tak memiliki file atau berkas dari para perawat ini.
Kartono kehilangan jejak. Upayanya untuk mencari medical record Soekarno gagal. Pihak RSPAD mengatakan bahwa keluarga Soekarno telah membawanya. Ketika ini ditanyakan kepada Rachmawati, ia hanya geleng-geleng kepala. ”Tidak, tidak,” jawabnya lirih.
Yang membuatnya semakin terenyuh, sebelum dibawa ke Jakarta, Soekarno ditangani oleh dokter Soerojo yang seorang dokter hewan. Jejak ini terlihat dari berkas berkop Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi.
Bahkan setelah dipindah ke RSPAD karena sakit ginjalnya semakin parah, upaya untuk melakukan cuci darah tidak dapat dilakukan dengan alasan RSPAD tidak mempunyai peralatan. Catatan medis juga menyebutkan obat yang diberikan hanya vitamin (B12, B kompleks, royal jelly) dan Duvadillan, obat untuk mengurangi penyempitan pembuluh darah perifer.
Perihal tekanan darah tinggi yang juga disebutkan dalam catatan medis, juga menyisakan tanya pada diri Rachmawati. Setiap kali menjenguk sang ayah dan mencicipi makanannya, masakan selalu terasa asin. ”Saya kecewa dengan semua perawatan itu. Ini sama saja dengan membiarkan orang berlalu,” lanjut Rachmawati.
Seorang mantan pejabat di era Presiden Soekarno membenarkan terjadinya fakta seputar masa sakit Soekarno yang tersia-sia. ”Tidak seperti sekarang ini, perawatan terhadap Soeharto. Sangat berbeda. Padahal seharusnya semua mantan presiden berhak dirawat secara all out dan diongkosi oleh negara,” katanya.
Purnawirawan perwira tinggi militer itu juga mengungkapkan, perlakuan seragam terhadap Soekarno berasal dari sebuah instruksi. ”Yang memberi instruksi ya orang yang sekarang sedang dirawat itu,” katanya.
Namun pria ini enggan dituliskan namanya. ”Wah, kalau ditulis di koran saya pasti digangguin...,” tuturnya dengan nada serius. (bersambung)

Continue Reading

0 komentar:

Fenomena Bangsa Indonesia

Diposting oleh The Ford of Social

Fenomena Bangsa Indonesia…
Apa yang salah dengan Soekarno sehingga ia harus mendapatkan perlakuan yang demikian tragis disaat kematiaannya…
Apa yang benar dari Soeharto sehingga ia mendapatkan perlakuan yang demikian istimewanya disaat kematiannya…
Apa yang hebat dari keduanya disaat kemaatiannya begitu banyak orang yang simpati, bahkan mengkultuskannya…
Apakah ini semua ada kaitannya dengan kesaktian kejawen orang Jawa…? Sehingga Soeharto tega melakukan hal-hal yang diluar akal pikiran sebagai salah satu kader Soekarno ? Sehingga harus melanggar semua yang dwasiatkan dan melarang orang lain untuk masuk, apakah itu semua demi bangsa dan negaranya ?
Yang pasti keduanya adalah orang besar, akan tetapi yang satu adalah bakat atau anugrah dari Tuhan sedangkan yang satu lagi dengan upaya merampas dan berusaha untuk mempertahankannya… Tapi keduanya tetap orang besar dengan karakteristik masing-masing.
Sesuai dengan karakteristik keduanya yang memang berbeda, saya punya keyakinan bahwa kedua-duanya dalam menghadapi kematian amatlah sakit, Soeharto mungkin merasakan hal yang paling parah, hanya saja kita melihatnya dari sisi luar saja, bayangkan usia nya demikian panjang dengan rasa sakit yang dideranya, ya hanya dia yang merasakannya. Menyaksikan keluarganya hancur satu demi satu, melaihat pengkhianatan yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya, bahkan melihat istrinya yang katanya terbunuh oleh … nya, melihat anak kesayangannya terpenjara. Sesuai dengan karakteristiknya yang diam, dia hanya merasakan setiap kepedihan yang dirasakannnya.
Begitu juga dengan karakteristik Soekarno yang selalu menggelora, kematiannya juga penuh dengan gelora,tapi mungkin yang dia rasakan tidak seperti siksaan yang dirasakan oleh Soeharto. Aku rasa semuanya pasti mendapatkan akibatnya sesuai dengan perbuatannya.Yah itulah hidup..................

Continue Reading

0 komentar:

Sepotong Kisah lain Soekarno 3

Diposting oleh The Ford of Social

Dibunuh Perlahan

Keyakinan orang banyak bahwa Bung Karno dibunuh secara perlahan mungkin bisa dilihat dari cara pengobatan proklamator RI ini yang segalanya diatur secara ketat dan represif oleh Presiden Soeharto. Bung Karno ketika sakit ditahan di Wisma Yasso (Yasso adalah nama saudara laki-laki Dewi Soekarno) di Jl. Gatot Subroto. Penahanan ini membuatnya amat menderita lahir dan bathin. Anak-anaknya pun tidak dapat bebas mengunjunginya.

Banyak resep tim dokternya, yang dipimpin dr. Mahar Mardjono, yang tidak dapat ditukar dengan obat. Ada tumpukan resep di sebuah sudut di tempat penahanan Bung Karno. Resep-resep untuk mengambil obat di situ tidak pernah ditukarkan dengan obat. Bung Karno memang dibiarkan sakit dan mungkin dengan begitu diharapkan oleh penguasa baru tersebut agar bisa mempercepat kematiannya.

Permintaan dari tim dokter Bung Karno untuk mendatangkan alat-alat kesehatan dari Cina pun dilarang oleh Presiden Soeharto. “Bahkan untuk sekadar menebus obat dan mengobati gigi yang sakit, harus seizin dia, ” demikian Rachmawati Soekarnoputeri pernah bercerita.

Continue Reading

0 komentar:

Sepotong Kisah lain Soekarno 2

Diposting oleh The Ford of Social

Kuburannya Pun Tidak Boleh Dijenguk

Sejarah mencatat, sejak 1971 sampai 1979, makam Bung Karno tidak boleh dikunjungi umum dan dijaga sepasukan tentara. Kalau mau mengunjungi makam harus minta izin terlebih dahulu ke Komando Distrik Militer (KODIM). Apa urusannya KODIM dengan izin mengunjungi makam?

Saya bersama ibu saya dan beberapa saudara datang secara mendadak pergi ke Blitar dengan tujuan utama ziarah ke Makam Bung Karno. Tanpa ragu kita ikuti aturan dan akhirnya sampai ke pimpinannya yang paling tinggi. Saya ikut sampai di meja pemberi izin dan sudah ditentukan oleh kita bersama, bahwa salah satu saudara saya saja yang berbicara. Saya sendiri meragukan emosi saya, bisakah saya bertindak tenang terhadap isolasi kepada sebuah makam oleh Pemerintah atau rezim? Nah, ternyata meskipun tidak terlalu ramah, mereka melayani dengan muka seperti dilipat. Mungkin dengan menunjukkan muka seperti itu merasa bertambah rasa gagahnya terhadap rakyat biasa macam kami. Akhirnya semua beres dan kami mendapat sepucuk surat. Apa yang terjadi?

Sesampainya di makam kami turun dari kendaraan kami dan saya bawa surat izin dari KODIM. Surat itu kami tunjukan ke tentara yang jaga makam. Waktu tentara itu baca surat, saya terdorong untukmenoleh ke belakang. Terkejut saya. Selain rombongan sendiri, Ibu saya dan saudara-saudara, telah mengikuti kami sebanyak lebih dari tiga puluh orang, bergerombol. Mereka, orang-orang yang tidak kami kenal sama sekali, melekat secara rapat dengan rombongan kami. Saya lupa persis bagaimana, akan tetapi saya ingat kami memasuki pagar luar dan kami bisa mendekat sampai ke dinding kaca tembus pandang dan hanya memandang makamnya dari jarak, yang mungkin hanya sekitar tiga meter.

Para pengikut dadakan yang berada di belakang rombongan kami dengan muka berseri-seri, merasa beruntung dapat ikut masuk ke dalam lingkungan pagar luar itu. Ada yang bersila, memejamkan mata dan mengatupkan kedua tangannya, posisi menyembah. Saya tidak memperhatikannya, tetapi jelas dia bukan berdoa cara Islam. Mereka khusyuk sekali dan waktu kami kembali menuju ke kendaraan kami, beberapa di antara mereka menjabat tangan dan malah ada yang menciumnya, membuat saya merasa risih.

Salah seorang dari mereka ini mengatakan bahwa dia sudah dua hari bermalam di sekitar situ di udara terbuka menunggu sebuah kesempatan seperti yang telah terjadi tadi. Tanpa kata-kata, saya merasakan getar hati rakyat, rakyat Marhaen kata Bung Karno! Mereka menganggap Bung Karno bukan sekedar Proklamator, tetapi seorang Pemimpin mereka dan seorang Bapak mereka. Apapun yang disebarluaskan dan berlawanan arti dengan kepercayaan mereka itu semuanya dianggap persetan. Dalam hubungan Bung Karno dengan Rakyat, tidak ada unsur uang berbicara.

Continue Reading

0 komentar:

Search the Blog